Seminggu sudah aku stay di rumah
dan nggak pergi keluar sama sekali, kecuali buang sampah yang emang haru jalan
sedikit keluar rumah. Yang aku maksud,aku nggak pergi keluar yang berdandan
rapi,dan bawa motor gitu. Jangankan ke mall, ke pasar kecil yang jauhnya 100
meter dari rumah aja, males. Seminggu full aku Cuma di rumah kayak dipingit.
Kegiatanku kalo pagi, setelah ayah,ibu, dan adek-adekku sekolah (ibu ayah
guru), paling-paling aku nonton tv, sesekali gebuk-gebukin kasur yang itu aku
anggap satu buah set drum, trus makan,minum,ke wc,dan tidur-tiduran. Itu udah
jadi rutinitas.
Belakangan, aku kegep ayah, waktu
udah jam 12 siang aku belum juga mandi.
‘Kamu tu cewek, jam seginibelum
mandi? Amit amit.’ Begitulah kira-kira omelan singkat ayah.
Aku nggak bales. Lalu ayah
bilang, ‘Kok nggak bales?’
Aku bilang, ‘Ayaaah. Aku nggak
punya pulsaaaa.’
Ayah diem,aku diem. Beberapa
menit kemudian, aku masuk kamar, ambil handuk,dan jalan menuju kamar mandi.
Ternyata di dalem lagi ada orang.
‘Bentaaaar,lagi eek.’ Ternyata
suara ayah yang sedikit berteriak dari arah dalam kamar mandi.
Aku gedor aja pintunya.
‘Cepetan yah,katanya suruh cepet
mandi? Ayo dong, cepetaaan.’ Aku sedikit puas mengerjai ayah. Tapi, aku sama
sekali nggak ada niat untuk ngerjain orangtua lho ya. Adek-adek yang lagi di
rumah, jangan sekali-sekali meniru adegan di dialog tadi ya?
Setelah mandi, aku ngelamun
sbentar. Aku berganti pakaian. Sepertinya rasa bosan mulai menggerogoti waktu
yang dianugerahkan Allah kepadaku. Seakan aku merasa, Cuma hal-hal yang nggak
berguna yang rutin aku lakukan sejauh ini, ya seminggu di rumah. Aku keluar
kamar lalu menonton televisi. Siang itu, ibuku belum pulang, jadi,untuk
mengantisipasi rasa lapar,aku menonton acara yang berbau masak-masak atau makanan
gitu. Waktu itu aku lagi nonton acara Kokicilik. Biarpun udah gede gini, aku
suka nonton acara-acara anak kecil dan acara yang presenternya anak kecil.
Apalagi kecentilan presenter Kokicilik yang waktu itu (aku lupa namnya),
ngingetin ciliknya aku dulu banget.
Berawal dari nonton acara
masak-masak dan makanan, aku jadi tergugah untuk bias masak makanan yang enak.
Hari-hari berikutnya, aku jadi sering nonton acara-acara seperti itu.
Pada suatu hari, aku di rumah
sendirian,dan aku merasa lapar sekali saat itu. Apesnya, Cuma ada nasi di
rumah. Aku buka kulkas, beruntung banget aku nemu 2 butir telor, tempe sepotong, daun
bawang, kacang panjang, dan sebujur jagung yang udah direbus. Dengan niat yang
nekat tapi pede aja, aku mau memasak sesuatu. Alhamdulilah yah.
Pertama-tama aku membaca doa
sebelum masak, yaitu ‘Bismillahirrohmaanirrohiim. Aaaamiin.’
Seselesainya baca doa, aku siapin
pisau dan tatakan buat motongin bahan-bahan. Aku potong kacang panjang dulu,
kira-kira panjangnya sekelingking, lalu aku rebus dulu itu kacang tangan
panjang, e, kacang panjang maksudku. Sambil nunggu rebusan kacang yang udah aku
mutilasiin tadi empuk, aku mutilasi tempe
kecil-kecil, seukuran kalo mau diolah jadi kering tempe gitu deh. Lalu setelah selesai
mutilasiin tempe ,
korban berikutnya adalah jagung. Aku iris-iris dari atas ke bawah. Gimana ya
mengilustrasikannya? Bingung. Ya pokoknya diiris sampe jagungnya bercerai berai
deh.
Ketika kacang panjang udah empuk,
aku angkat dan aku tiriskan. Tempe ,
aku goring sampe kering kerontang. Sesudahnya, aku siapin minyak buat menumis
jagung. Setelah kayaknya udah panas minyaknya,aku buru-buru masukin irisan
jagung ke wajan yang ada minyak panasnya itu. Ada letusan yang timbul tetapi tidak
menimbulkan gempa tektonik. Dengan menggunakanhelm,lalu aku mengambil penutup
wajannya hati-hati. Aku buat penutupnya
itu jadi tameng biar nggak kena letusan, lalu aku memasukkan tempe,kacang
panjang, kemudian irisan daun bawang,2 cabe yang udah aku potong tipis, dan
tidak lupa,bawang merah bawang putih irisan, garem,dan masako rasa sapi.
Setelah agak setengah mateng,aku masukin 4 sachet saos. Aku aduk semua bahan
merata.
Nungguin sebentar, aku mendadar 2
buah telor yang aku kasih masako rasa
ayam. Setelah mateng telornya, aku potong kotak-kotak kecil,lalu aku ikutin ke
wajan yang satunya lagi tadi,yang ada kacang panjang dan kawan-kawannya tadi.
Aku matiin kompor,lalu aku aduk pelan semua bahan yang berkolaborasi di wajan
itu. Voila, akhirnya jadi juga. Tapi aku
masih galau ngebikin nama buat masakan ini. Tumis spektakulertempe,jagung,
kacang panjang,telor. Kayaknya kepanjangan banget deh.Setelah pertimbangan yang
mantap, akhirnya aku punya nama yang cocok. ‘ Yeahh, Tumis Narsis.’
Tentunya,karena perut udah RnBan,
aku bergegas ambil piring,sendok,garpu,dan air minum. Nyammmmm. Masakanku nggak
seburuk wajahku. Ini enak banget. Aku aja kaget dengan rasa masakan yang aku
gubah sendiri ini.
‘Gila, enak banget.’ Kataku
bangga.
Besoknya, pagi-pagi sebelum
anggota keluargaku pada berangkat sekolah semua, aku bangun agak pagian dari
ibu. Aku masak. Bukan karena pengen pamer sama ayah kalo aku nggak Cuma bisanya
nonton tv,tidur-tiduran, dan makan aja, tapi emang karena aku pengen buktiin
kalo aku bisa masak makanan yang enak (sama aja). Beda dikit lah. Bedanya,
bukan Cuma ke ayah aku mau pamer, tapi ke ibu dan adek-adekku juga.
Dengan komposisi bahan yang sama,
aku masak Tumis Narsis lagi pagi itu. Dan, setelah mateng, aku bersyukur
banget, masakanku laris manis tanjung perak. Begitu tau masakanku dihabisin
sekeluarga, aku masuk kamar, aku loncat-loncat di kasur, mangap-mangap bahagia
tapi nggak ada suaranya. Persis Shinta-Jojo yang lipsing Keong Racun. Kalo aja
aku rekam kelebayanku saat itu dan aku share ke youtube, pasti aku langsung
jadi artis youtube yang fenomenal.
Karena efek sering nonton acara
masak, dank arena dipicu sama ayah yang ngremehin ,ngatain aku Cuma nganggur
enak-enakan di rumah, jadilah timbul hobi yang dating tak diundang pulang nggak
tau jalan. Bukan Cuma sekali dua kali aku masak buat konsumsi public (maksudku
keluargaku), aku jadi sering banget
masak sendiri tanpa campur tangan ibu. Kalo harus aku tulisin juga
bermacam-macam masakan yang berhasil aku bikin, maaf banget, seharian waktu
anda akan terbuang buat baca cerpen ini.
Lagipula, untuk ngetik komposisi,alat,bahan, dan cara memasak, akan sangat
membuat tangan kejang-kejang. Mungkin aku sebutin aja judul masakan-masakannya,
dan silakan berimajinasi seperti apa aja boleeeh.
Setelah Tumis Narsis launching,
ada lagi masakan yang kata adek-adekku, laziz, namanya Daging Blender Tembem.
Lalu masakan berikutnya, yang lulus uji kelayakan dimakan olehBadan Peneliti
Makanan Rumah Tangga Keluarga (BPMRTK), yang diketuai oleh ayahku, dan
beranggotan 3 profesor-profesornya, yaitu ibuku dan kedua adek kembarku,nama
masakannya adalah Kacang Pendek Sambal Asin. Kata keluargaku,rasanya, Mak
Nyuuss. Kemudian rentetan masakan lainnya yang terbukti enak dan layak makan
adalah, Bakwan Tempe Gendut, Sayur Kesegaran Jasmani, Tahu Bule Oseng Asik,
Telor Bahenol, Ikan Asin featuring Pete Pahit, dan yang terakhir aku bikin
sebelum cerpen ini jadi, namanya, Sop Wonder Woman. Selain bikin makanan, aku
juga merambah ke nyoba bikin minuman. Tapi aku Cuma berhasil bikin 3 macam
minuman enak,sih. Yang pertama, Nangka Juice with Gula Merah, habis itu aku
bikin lagi, The Asem Aduhai (ini kayak nama warung remang-remang banget ya).
Dan, yang terakhir, namanya, Jahe in Love.
Yaa, emang aku nggak punya basic
dan Cuma iseng aja modalnya. Tapi ,nggak buruk kok. Semua masakan dan minuman
yang aku pernah produksi sendiri, dijamin halal. Kalo untuk urusan enak nggak
enaknya, tergantung jenis lidah dan amal ibadahyang mencicipinya deh.
Ibuku pernah bilang sama aku
begini, ‘Nok, masakanmu enak, tapi sifat pemalasmu itu nggak enak.’
Emang,sih,aku akui, sebagai
seorang cewek, supaya jadi wanita, harus enak dulu luar dalem. Biasanya
kebanyakan bilangnya, ‘ Cantik luar dalam.’ Kalo cantik tapi nggak enak
dipandang,sama aja dong? Siapa tau kan ,barangkali
ada,orang cantik,tapi ingusan,atau orang cantik tapi tonggos, atau lagi, orang
cantik tapi ileran,malah jadi nggak cantik jatuhnya. Maksudku cewek harus enak
luar dalam itu, tampilan luarnya yang berupa fisik, enak dilihat secara cacat
enggaknya itu orang dan ekspresi-ekspresinya dia. Nah kalo dalamnya, ya
meliputi sifat-sifatnya dia, pengetahuannya dia, danhatinya dia. Memang,sih,
aku nggak bisa menerangkan secara detail, tapi setidaknya marilah kita
mengira-ngira sendiri sendiri (ngeles,padahal bingung gimana neranginnya).
Sebagai cewek, kebiasaan memasak
emang perlu buat proses pendewasaan menjadi seorang wanita, yang nantinya akan
menjadi seorang ibu. Tapi, kebiasaan itu tidak diwajibkan sebenarnya.
Tergantung pada kesadaran dan suka nggak suka orang aja. Beruntung sekali, aku
sedikit punya kesadaran dan mulai menyukai kebiasaan tersebut. Jadi, aku sudah
mengantongi satu poin untuk menuju level selanjutnya proses pendewasaan menjadi
we awa en ini te ata, wanita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar